Rabu, 23 Maret 2016

opini: konflik israel dan palestina

Konflik israel dan palestina
KONFLIK YANG MENYEDIHKAN
349
Perang antara Israel dan Palestina pecah pada tahun 1948 pasca berdirinya negara Israel. Berdirinya negara zionis ini didasari oleh Resolusi Majelis Umum PBB 181 tahun 1947 tentang pembagian tanah historis Palestina yang hasilnya menghadiahi Israel bagian dari tanah palestina sebesar 55%. Namun, Israel telah melakukan penambahan wilayah secara paksa atas Palestina dengan penambahan sebesar 23% sehingga luas wilayah Israel menjadi 78% dari total tanah Palestina. Dalam kasus ini, menunjukkan adanya penindasan terhadap warga sipil Palestina yang berlangsung secara terus-menerus. Menurut pandangan saya secara pribadi, konflik antara Israel dan Palestina adalah sebuah konflik yang sangat mengkhawatirkan dan menyedihkan dimana dapat kita lihat dari berbagai korban yang berjatuhan dari waktu kewaktu baik itu perempuan, laki-laki, orang tua, remaja dan bahkan anak kecil yang tidak berdosa dan tidak tahu apa-apapun ikut serta menjadi korban dalam peperangan ini.
Dalam kasus Israel-Palestina, Sebagian pihak memandang bahwa konflik Israel-Palestiina murni sebagai konflik politik, sementara sebagian yang lain memandang konflik ini sarat dengan nuansa teologis ataupun keagamaan. Nuansa teologis dalam konflik Israel-Palestina bukan saja ditunjukkan dengan terbangunnya stigma perang Yahudi-Islam, akan tetapi keyaikanan terhadap “tanah yang dijanjikan” sebagai tradisi teologis Yahudi juga tidak dapat dipisahkan dalam kasus ini.
Aspek politik dari isu Palestina ini tidak bisa dilepaskan dari zionisme dan imperialisme Barat. Theodore Hertzl merupakan tokoh utama yang mencetuskan ide pembentukan negara tersebut. Ia menyusun doktrin Zionismenya dalam bukunya berjudul Der Judenstaad’ (The Jewish State). Secara nyata, gerakan ini didukung oleh tokoh-tokoh Yahudi yang hadir dalam kongres pertama Yahudi Internasional di Basel (Swiss) tahun 1895. Kongres tersebut dihadiri oleh sekitar 300 orang, mewakili 50 organisasi zionis yang terpencar di seluruh dunia.
Sebagai gerakan politik, zionisme memerlukan kendaraan politik. Zionisme lalu menjadikan Kapitalisme sebagai kendaraan politiknya. Zionisme ternyata berhasil menuai berbagai keuntungan politis berkat dukungan imperialisme Barat sejak dimulainya imperialisme  tersebut hingga saat ini.
Sedangkan dari aspek teologis, Yahudi menganggap Palestina sebagai “tanah yang dijanjikan” dan mayoritas mereka meyakini bahwa Yerusalem harus kembali menjadi ibu kota Israel sebagai intervensi Tuhan untuk mengembalikan hak bangsa Yahudi yang selama ini tertindas. Pandangan ini mengakibatkan pergeseran paradigma politik yang mewarnai konflik Israel-Palestina ke paradigma teologis. Apalagi, mitos yang kerap dikembangkan untuk memberikan identitas pada Yahudi, adalah: “bangsa tanpa tanah untuk tanah tanpa bangsa.
Menurut Wakil Presiden Jusuf Kalla (JK) mengapresiasi peluncuran buku Ahmad Syafii Maarif “Gilad Aztmon, Catatan Kritikal Palestina dan Masa Depan Zionisme”. Menurutnya, buku tersebut menunjukkan bahwa konflik yang terjadi antara Palestina-Israel adalah bukan konflik Agama. Dalam buku itu menunjukkan bahwa konflik Palestina-Israel adalah persoalan kemanusiaan. “Sebetulnya persoalan Palestina adalah bukan persoalan Agama dan bukan persoalan Islam dan Kristen, melainkan persoalan kemanusiaan dan persoalan kita semua,” katanya .Lebih lanjut ia menyatakan, publik terlalu berlebihan dalam menyikapi konflik yang terjadi di Palestina-Israel. “Kita ini terlalu berlebihan juga, orang Arab dan Israel itu peluk-pelukan,” ujarnya. Dijelaskannya, ada yang mengambil untung dalam konflik berkepanjangan Palestina-Israel. Negara Eropa akan sangat untung, jika konflik tersebut terus terjadi, karena harga minyak akan terus meningkat. “Kalau negara Palestina-Israel damai pasti harga minyak itu turun,”
Berbagai argumen dan pandangan yang dilontarkan terhadap kasus ini, ada yang beranggapan bahwa konflik ini terjadi dipengaruhi oleh aspek politik, agama dan lainnya. Seperti halnya teman-teman FGD pada saat membahas permasalahan ini termasuk nomor peserta 243 dan 120 yang mengatakan bahwa “ konflik antara Israel dan Palestina terjadi karena disebabkan oleh aspek politik dan agama”.  Pandangan dari aspek agama bahwa Israel menyerang Palestina disebabkan karena para zionis israel beranggapan bahwa tanah yang berada di Palestina adalah tanah yang di janjikan sehingga menjadi sebuah keharusan bagi zionis yahudi untuk merebutnya. sedangkan dari sudut pandang politik, Israel menyerang palestina dikarenakan mendapat dukungan dari Amerika Serikat dengan segala kepentingan- kepentingan AS
Berdasarkan uraian mengenai konflik Israel-Palestina sebagaimana dipaparkan di atas, terlihat jelas bahwa, baik dimensi politik maupun dimensi teologis menjadi dua hal yang sulit dipisahkan meskipun keduanya harus dapat dibedakan. Beberapa catatan mengenai konflik Israel-Palestina bahkan memperlihatkan sebuah analisis tentang pandangan konflik yang bermula dari persoalan politik ke teologis. Dari berbagai catatan mengenai latar belakang konflik Israel-Palestina sebagai bagian dari konflik Arab-Israel yang lebih luas, tampak jelas bahwa konflik ini terlebih dahulu dilatarbelakangi oleh masalah politik yang kemudian menjurus pada persoalan teologis. Dan juga Tidak sepenuhnya benar pandangan yang menganggap bahwa konflik Israel-Palestina murni sebagai persoalan politik, sebab argumentasi teologis khususnya yang datang dari pihak Yahudi juga turut mengambil peranan dalam konflik ini. . Pernyataan yang mungkin lebih tepat adalah, konflik Palestina Israel merupakan konflik yang bermula dari persoalan politik dan sedikit melibatkan persoalan teologis. Namun demikian, sekecil apapun alasan teologis yang melatar belakangi konflik Israel Palestina, tetap saja alasan tersebut memiliki pengaruh yang besar pada kebijakan-kebijakan politik yang diambil oleh negara Israel. Menurut saya konflik ini tidak akan selesai ketika keduanya saling mengedepankan ego sektoral masing-masing Negara.
Sumber referensi
https://ekomarhaendy.wordpress.com/2009/02/13/analisis-konflik-israel-palestina-sebuah-penjelajahan-dimensi-politik-dan-teologis


Tidak ada komentar:

Posting Komentar