Konflik israel
dan palestina
KONFLIK
YANG MENYEDIHKAN
349
Perang antara Israel dan Palestina pecah pada tahun
1948 pasca berdirinya negara Israel. Berdirinya negara zionis ini didasari oleh
Resolusi Majelis Umum PBB 181 tahun 1947 tentang pembagian tanah historis
Palestina yang hasilnya menghadiahi Israel bagian dari tanah palestina sebesar
55%. Namun, Israel telah melakukan penambahan wilayah secara paksa atas
Palestina dengan penambahan sebesar 23% sehingga luas wilayah Israel menjadi
78% dari total tanah Palestina. Dalam kasus ini, menunjukkan adanya penindasan
terhadap warga sipil Palestina yang berlangsung secara terus-menerus. Menurut
pandangan saya secara pribadi, konflik antara Israel dan Palestina adalah
sebuah konflik yang sangat mengkhawatirkan dan menyedihkan dimana dapat kita
lihat dari berbagai korban yang berjatuhan dari waktu kewaktu baik itu
perempuan, laki-laki, orang tua, remaja dan bahkan anak kecil yang tidak
berdosa dan tidak tahu apa-apapun ikut serta menjadi korban dalam peperangan
ini.
Dalam kasus Israel-Palestina, Sebagian pihak
memandang bahwa konflik Israel-Palestiina murni sebagai konflik politik,
sementara sebagian yang lain memandang konflik ini sarat dengan nuansa teologis
ataupun keagamaan. Nuansa teologis dalam konflik Israel-Palestina bukan saja
ditunjukkan dengan terbangunnya stigma perang Yahudi-Islam, akan tetapi keyaikanan
terhadap “tanah yang dijanjikan” sebagai tradisi teologis Yahudi juga tidak
dapat dipisahkan dalam kasus ini.
Aspek politik dari isu Palestina ini tidak bisa
dilepaskan dari zionisme dan imperialisme Barat. Theodore Hertzl merupakan
tokoh utama yang mencetuskan ide pembentukan negara tersebut. Ia menyusun
doktrin Zionismenya dalam bukunya berjudul Der Judenstaad’ (The
Jewish State). Secara nyata, gerakan ini didukung oleh tokoh-tokoh Yahudi yang
hadir dalam kongres pertama Yahudi Internasional di Basel (Swiss) tahun 1895.
Kongres tersebut dihadiri oleh sekitar 300 orang, mewakili 50 organisasi zionis
yang terpencar di seluruh dunia.
Sebagai gerakan politik, zionisme memerlukan
kendaraan politik. Zionisme lalu menjadikan Kapitalisme sebagai kendaraan
politiknya. Zionisme ternyata berhasil menuai berbagai keuntungan politis
berkat dukungan imperialisme Barat sejak dimulainya imperialisme tersebut
hingga saat ini.
Sedangkan dari aspek teologis, Yahudi menganggap
Palestina sebagai “tanah yang dijanjikan” dan mayoritas mereka meyakini bahwa
Yerusalem harus kembali menjadi ibu kota Israel sebagai intervensi Tuhan untuk
mengembalikan hak bangsa Yahudi yang selama ini tertindas. Pandangan ini
mengakibatkan pergeseran paradigma politik yang mewarnai konflik
Israel-Palestina ke paradigma teologis. Apalagi, mitos yang kerap dikembangkan
untuk memberikan identitas pada Yahudi, adalah: “bangsa tanpa tanah untuk tanah
tanpa bangsa.
Menurut
Wakil Presiden Jusuf Kalla (JK) mengapresiasi peluncuran buku Ahmad Syafii
Maarif “Gilad Aztmon, Catatan Kritikal Palestina dan Masa Depan Zionisme”.
Menurutnya, buku tersebut menunjukkan bahwa konflik yang terjadi antara Palestina-Israel
adalah bukan konflik Agama. Dalam buku itu menunjukkan bahwa konflik
Palestina-Israel adalah persoalan kemanusiaan. “Sebetulnya persoalan Palestina
adalah bukan persoalan Agama dan bukan persoalan Islam dan Kristen, melainkan
persoalan kemanusiaan dan persoalan kita semua,” katanya .Lebih lanjut ia
menyatakan, publik terlalu berlebihan dalam menyikapi konflik yang terjadi di
Palestina-Israel. “Kita ini terlalu berlebihan juga, orang Arab dan Israel itu
peluk-pelukan,” ujarnya. Dijelaskannya, ada yang mengambil untung dalam konflik
berkepanjangan Palestina-Israel. Negara Eropa akan sangat untung, jika konflik
tersebut terus terjadi, karena harga minyak akan terus meningkat. “Kalau negara
Palestina-Israel damai pasti harga minyak itu turun,”
Berbagai argumen dan pandangan yang dilontarkan
terhadap kasus ini, ada yang beranggapan bahwa konflik ini terjadi dipengaruhi
oleh aspek politik, agama dan lainnya. Seperti halnya teman-teman FGD pada saat
membahas permasalahan ini termasuk nomor peserta 243 dan 120 yang mengatakan
bahwa “ konflik antara Israel dan Palestina terjadi karena disebabkan oleh
aspek politik dan agama”. Pandangan dari
aspek agama bahwa Israel menyerang Palestina disebabkan karena para zionis
israel beranggapan bahwa tanah yang berada di Palestina adalah tanah yang di
janjikan sehingga menjadi sebuah keharusan bagi zionis yahudi untuk merebutnya.
sedangkan dari sudut pandang politik, Israel menyerang palestina dikarenakan
mendapat dukungan dari Amerika Serikat dengan segala kepentingan- kepentingan
AS
Berdasarkan uraian mengenai konflik
Israel-Palestina sebagaimana dipaparkan di atas, terlihat jelas bahwa, baik
dimensi politik maupun dimensi teologis menjadi dua hal yang sulit dipisahkan
meskipun keduanya harus dapat dibedakan. Beberapa catatan mengenai konflik
Israel-Palestina bahkan memperlihatkan sebuah analisis tentang pandangan
konflik yang bermula dari persoalan politik ke teologis. Dari berbagai catatan
mengenai latar belakang konflik Israel-Palestina sebagai bagian dari konflik
Arab-Israel yang lebih luas, tampak jelas bahwa konflik ini terlebih dahulu
dilatarbelakangi oleh masalah politik yang kemudian menjurus pada persoalan
teologis. Dan juga Tidak sepenuhnya benar pandangan yang menganggap bahwa
konflik Israel-Palestina murni sebagai persoalan politik, sebab argumentasi
teologis khususnya yang datang dari pihak Yahudi juga turut mengambil peranan
dalam konflik ini. . Pernyataan yang mungkin lebih tepat adalah, konflik
Palestina Israel merupakan konflik yang bermula dari persoalan politik dan
sedikit melibatkan persoalan teologis. Namun demikian, sekecil apapun alasan
teologis yang melatar belakangi konflik Israel Palestina, tetap saja alasan
tersebut memiliki pengaruh yang besar pada kebijakan-kebijakan politik yang
diambil oleh negara Israel. Menurut saya konflik ini tidak akan selesai ketika
keduanya saling mengedepankan ego sektoral masing-masing Negara.
Sumber referensi
https://ekomarhaendy.wordpress.com/2009/02/13/analisis-konflik-israel-palestina-sebuah-penjelajahan-dimensi-politik-dan-teologis
Tidak ada komentar:
Posting Komentar